Thursday, September 12, 2013

Santi Baby Sitter Tetanggaku


Namaku Riko, aku sekarang tinggal di sebuah komplek perumahan, di situ banyak pasangan muda yang mempercayakan anak balitanya ke para pembantu untuk (baby sitter). Pagi hari banyak baby sitter yang berkumpul di depan rumahku, memang rumahku berfengshui tusuk sate, sehingga strategis untuk ngerumpi, apalagi praktis tidak ada mobil yang lalu lalang. Kalau sedang di rumah aku suka memperhatikan para baby sitter itu. Umumnya tampang pembantu yang berseragam baby sitter yang umumnya kalau tidak putih, pink atau biru muda warnanya. Tapi ada satu yang lain dari yang lain. Kalau yang lain kulitnya sawomatang, yang satu ini putih, manis lagi. Pokoknya tidak ada tampang pembantu. Kalau dari badan tidak kelihatan kemontokannya, maklum seragam baby sitter pink yang dipakainya rada kebesaran sehingga menyamarkan lika liku bodinya. Tinggi tubuhnya sekitar 167 cm. Rambutnya tergerai sebahu.
Wajahnya cantik dengan bentuk mata, alis, hidung, dan bibir yang indah. lumayan untuk cuci mata. Lama-kana dia tahu juga kalau aku sering memperhatikan dia kalau sedang di depan rumah. Dia senyum-senyum kepadaku, aku juga senyum padanya juga. Suatu saat kebetulan dia cuma sendiri di depan rumahku, kesempatan aku untuk kenalan.
“Kok sendirian, yang lain pada kemana?” Kataku.
“Gak tahu nih Om, saya kesiangan si keluarnya.” Jawabnya.
“Ngapain dulu?” Tanyaku.
“Ada yang dikerjain di rumah.” Sahutnya.
“Majikan kamu dua-duanya kerja ya?” Tanyaku lagi.
“Iya Om, Om ndiri kok gini ari masi di rumah, tidak kerja emangnya?” Tanyanya balik.
“Aku sih bebas kok kerjanya, sering kerjanya ya dari rumah aja. Kalau keluar paling ke tempat klien.” Jawabku.
“Klien, apaan tu Om?” Dia bertanya penasaran.
“Klien tu langganan” Jawabku singkat.
“Emangnya Om jualan apa.” Tanyanya semakin mengejar.
“Aku kerja jadi konsultan.” Jawabku jujur.
“Apa lagi tu konsultan?, Maap ya Om, jadi nanya terus, bis nggak ngarti si.” Katanya polos.
“Emangnya kamu tidak sekolah ya?” Aku balas bertanya.
“Cuma sampe SMU Om, tidak ada biaya untuk nerusin, ya mesti cari kerja lah, Bantu-bantu orang tua juga” Katanya agak melas.
“Emangnya ortu di mana? Tahu kan ortu, orang tua.” Tanyaku lagi.
“Di kampung Om, di daerah banten” Jawabnya.
“Pantes kamu putih ya, yang lain pasti dari Jawa ya, kulitnya item-item? Nama kamu sapa si” Aku menanyakan namanya.
“Santi Om, kalau Om?” Jawabnya.
“Aku Deni” Jawabku.
“Om tidak punya istri ya, kayaknya tidak pernah kelihatan perempuan di rumah ini.” Dia bertanya lagi.
“Aku duda kok, kamu mau jadi perempuan di rumah ini?” Tanyaku agak bercanda.
“Ah si Om, aku balik dulu ya Om, dah siang ni, mataharinya dah tinggi, anaknya kepanasan.” Katanya seraya pamit.
“Ya udah.” Kataku sambil melambaikan tangan.
Sejak itu aku belon dapat kesempatan ngobrol dengan Santi berdua saja karena dia selalu berkumpul dengan baby sitter yang lainnya.
Sampai pada suatu sore ketika aku belanja di Hypermarket dekat rumahku, aku melihat seorang abg, bodinya indah sekali, toge pasarlah, dia pakai t-shirt ketat dan jins yang ketat juga. Setelah aku perhatikan agak lama ternyata Santi.
“San!” panggilku.
Santi menoleh, “Eh si Om, belanja ya Om?”
“La iyalah, ke Hypermarket masak mo nonton bioskop. Kamu blanja juga?” Tanyaku balik.
“Cuma beli pembalut saja kok Om, siap-siap kalau dapet” Katanya sambil tersipu malu.
“Emangnya dah mo dapat ya?” Godaku.
“Kalau itung kalender si dah ampir Om, persisnya si tidak tau.” Katanya.
“Kamu seksi banget kalau pakai jins dengan t-shirt San, kalau jagain anak mestinya kaya gini pakaiannya.” Kataku memuji.
“Kalau nungguin anak kudu pakai seragam si Om.” Sanggahnya.
“Kamu kok bisa kluyuran kemari.” Tanyaku lagi.
“Iya Om, majikan dua-duanya pergi ke luar kota, ke rumah ortunya katanya, jadi anaknya dibawa. Bete ni Om di rumah aja, mana tu nenek-nenek crewet lagi.” Curahnya.
“Nenek-nenek?” Tanyaku bingung.
“Iya Om, pembantunya, dah tua, crewet banget deh, suka mrintah-mrintah, apalagi tidak ada majikan. Aku tinggal kelayapan aja.” Katanya agak kesal.
“Kamu bantuin aku belanja ya, entar pembalut kamu aku bayarin deh, kamu ada keperluan yang lain gak, sekalian aja. Hape kamu tu dah bikinan Cina, jadul banget. Aku beliin yang sama merknya dan ada kameranya ya” Kataku.
“Hp kan mahal Om, mending beliin aku baju ama sepatu aja.” Katanya agak sungkan.
“Dua-duanya juga boleh kok.” Kataku.
“Bener nih Om, wah Om baek bener deh, pasti ada maunya ni ye.” Katanya sumringah.
Aku tersenyum aja, Santi langsung ke counter hp, dia mencari hp yang sama dengan merk hp lamanya tapi yang ada kameranya. Kebetulan lagi ada program tukar tambah.
“Cuma dihargai 50 ribu Om.” Katanya.
“Ya udah tidak apa, minta tolong mbaknya mindahin isi hp lama kamu ke yang baru aja.” Kataku.
Cukup lama, proses pembelian dan transfer data dari hp lamanya Santi ke yang baru.
Setelah selesai, Santi menuju ke counter baju, dia memilih jins dan t-shirt.
“Beli dalemannya boleh ya Om?” Pintanya.
“Buat kamu apa sih yang tidak boleh.” Jawabku.
Ketika memilih bra, aku jadi tahu ukuran toketnya, 34C, pantas saja kelihatan besar sekali. Selesainya beli pakaian, Santi memilih sendal yang bagus, abis itu baru kita blanja. Dia beli pembalut dan makanan kecil, aku membeli keperluan rumah untuk sebulan sehingga kereta belanjaan penuh.
“Wah belanjanya banyak banget Om, sampe sekreta penuh.” Katanya.
Kami belanja sambil ngobrol dan bercanda. Santi orangnya enak untuk diajak becanda, dia selalu tertawa-tawa kalau aku godai, sampai pelanggan yang lain banyak yang menoleh.
“San, kalau ketawa jangan keras-keras, dilihat orang tuh.” Nasihatku.
“Biarin aja dilihatin, Om si bikin lucu-lucu, mana aku tahan tidak ketawa.” Jawabnya.
“Ya udah lucu-lucunya terusin di rumahku ya.” Ajakku.
Santi diam saja, aku sudah selesai belanja dan mengantri di kasir. Hari ini banyak juga yang belanja sehingga mengantri cukup lama sampai selesai bayar. Selama mengantre aku terus saja menggoda Santi, dan dia ketawa-ketiwi karenanya. Dia membantu memasukkan belanjaanku dan blanjaannya ke mobil dan duduk di sebelahku.
“Cari makan dulu ya San, dah siang nih. Kamu suka makan apa?” Tanyaku.
“Makan apa juga aku suka.” Tawarku.
“Pecel lele doyan gak?” Tanyaku.
“Doyan Om.” Jawabnya antusias.
Mobil meluncur ke warung pecel lele, aku pesan makanan dan minuman. Kami makan sambil masih bercanda.
“Selesai makan dan minum, kita mo kemana lagi san” Tanyaku.
“Ya pulang lah Om, dah kenyang gini aku suka ngantuk.” Jawabnya.
“Ke rumahku saja ya, katanya kamu gak mo ketemu si nenek.” Ajakku.
“Oke Om.” Sahutnya.
Mobil pun meluncur pulang.

Sampe di rumah, Santi membantu mengeluarkan belanjaan dari mobil, dia pun membantu menyimpan belanjaanku di tempatnya. Belanjaanya ditumpuk saja di dekat sofa. Kemudian dia mengeluarkan hp barunya, sambil membaca buku manualnya dia berkenalan dengan hp barunya. Karena aku berkeringat, aku tinggalkan dia mandi. Selesai mandi aku hanya mengenakan celana pendek dan kaos buntung aja.
“Om santai amat, tidak pergi kerja.” Katanya.
 “Kan ada kamu, masak aku tinggal.” Jawabku.
“Santi tinggal di sini sampe sore boleh ya Om, Om kalau mau pergi kerja pergi aja. aku mau blajar hp baru, makasi ya Om, Om baek banget deh. Pasti abis ini minta upah ya Om.” Kata Santi.
“Emangnya kamu mau ngasi upahnya apaan?” Tukasku.
“Apa yang Om minta, pasti aku kasih, kalau aku bias.” Jawab Santi pasrah.
Wah nantangin ni anak, pikirku.
“Kamu mau nuker baju Yu, aku punya kaos yang gede banget, pasti kalau kamu pakai jadi kaya daster.” Aku menawarinya baju ganti.
“Boleh deh Om, aku mandi saja ya Om, gerah nih.” Katanya pamit.
Aku mengambilkan baju kaos gombrongku dan memberikannya ke Santi, “Pake saja handuk aku ya, di kamar mandi ada sabun, mau keramas juga ada sampo” Pesanku.
“Emangnya mandi junub Om?, pakai kramas segala.” Guraunya.
“Emangnya tidak boleh kalau tidak junub kamu keramas.” Kataku sambil tersenyum.
“Boleh juga si Om.” Katanya sambil menghilang ke kamar mandi.
Aku mengambil 2 botol soft drink dari lemari es, kemudian aku menyiapkan video bokep yang aku belum lihat. Aku mau memacing nafsu Santi pakai video bokep.
Selesai mandi Santi hanya mengenakan baju kaosku, 15 cm di atas lutut. Paha dan betis yang tidak ditutupi kaosku itu tampak amat mulus. Kulitnya kelihatan licin, dihiasi oleh rambut-rambut halus yang pendek. Pinggulnya yang besar melebar. Pinggangnya kelihatan ramping. Walaupun kaos biru gombrong, tapi kelihatan sekali bentuk toketnya yang besar kenceng itu, sangat menggairahkan, apalagi pentilnya tercetak di kaos itu. Rupanya Santi tidak mengenakan bra. Lehernya jenjang dengan beberapa helai rambut terjuntai. Sementara bau harum sabun mandi terpancar dari tubuhnya. sebagai laki-laki normal, kontolku berdiri melihat tubuhnya. Dari samping kulihat toketnya begitu menonjol dari balik kaos itu. Melihat Santi sewaktu membelakangiku, aku terbayang betapa nikmatnya bila tubuh tersebut digeluti dari arah belakang. Kuperhatikan gerak tubuhnya dari belakang. Pinggul yang besar itu meliuk ke kiri-kanan mengimbangi langkah-langkah kakinya. Ingin rasanya kudekap tubuh itu dari belakang erat-erat. Ingin kutempelkan kontolku di gundukan pantatnya. Dan ingin rasanya kuremas-remas toket montoknya habis-habisan.
Aku duduk di sofa. Santi menuangkan soft drink ke gelas,
“Kok softdrinknya 2 botol Om?” Tanya Santi.
“Yang satunya untuk kamu.” Jawabku.
Dia menuangkan soft drink satunya ke gelas dan membawa kedua gelas itu ke sofa.
“Om tidak ada pembantu ya?” Tanya Santi.
“Ada kok san, cuma datengnya 2 kali seminggu, untuk bersih2 rumah dan nyetrika, aku nyucinya seminggu juga 2 kali, pakai mesin cuci, jadi tinggal jemur saja kan. Kamu mau nemenin dan bantu aku di sini? Aku tidak tersinggung lho kalau kamu mau.” Tawarku.

“Kerjaannya dikit Om, ntar aku tidak ada kerjaannya.” Katanya.
“Kalau tidak ada kerjaan, aku mau kok ngejain kamu tiap hari.” Godaku sambil tersenyum.
“Ih si Om, genit ah.” Katanya nakal.
“Dah ngerti blon hp barunya?” Tanyaku.
“Dah Om, prinsipnya sama dengan hp lama, merknya kan sama, cuma lebih canggih aja. Kalau dah dipakai ntar juga lancar sendiri.” Katanya optimis.
Kembali kita ngobrol ngalor ngidul soal macam-macam. kesempatan bagiku untuk menatapnya dari dekat tanpa rasa risih. Akhirnya pembicaraan menyerempet soal sex.
“San, kamu pernah maen?” Tanyaku.
“Maen apaan Om?” Jawabnya dengan bertanya.
“Maen dengan lelaki.” Kataku agak malu.
“Pernah Om, dengan majikan yang sebelon ini. Aku diprawanin dengan dia. Napsunya gede banget deh, kalau maen, pembantunya yang umurnya lebih muda dari aku diembat juga. Cuma sekali maen dengan pembantu cuma sekali, ama aku bisa ampe 3 kali.” Katanya jujur.
“Ya teranglah, kamu merangsang gini. Pasti pembantunya item kan kaya babysitter lainnya.” Aku memujinya.
“Iya sih Om.” Jawabnya singkat.
“Terus napa kok brenti?” Tanyaku.
“Kepergok ibu Om, ketika itu aku lagi ngentot ama majikan, tidak taunya ibu pulang mendadak. Langsung deh aku dikeluarin. Untung ada temen yang ngasi tahu ada lowongan di tempat yang sekarang.” Curhatnya.
“Ma majikan yang sekarang maen juga?” Tanyaku makin penasaran.
“Enggak bisa Om, kan ada si nenek, bisa dilaporin ibu kalau si bapak macam-macam dengan aku.”
“Kamu dah sering maen terus lama tidak maen, apa tidak kepengen?” Pancingku.
“Pengen si Om, tapi dengan siapa, aku suka gesek-gesek ndiri kalau lagi mandi.”
“Emangnya enak?” Sahutku.
“Enak Om, ngikutin cara si bapak yang dulu ngegesek.” Jawabnya sambil agak menghela napas.
“Ngegesek apaan San?” Kejarku.
“Ih Om nanya mulu, malu kan aku.” Jawab Santi.
“Kita nonton film ya, asik kok filmnya.” Ajakku.
“Film apaan Om?” Tanya Santi.
“Ya udah kamu lihat aja.” Jawabku.
Aku memutar video bokep antara cewek Thailand sehingga mirip banget dengan orang kita, cowoknya bule.
“Ih Om gede banget ya punya si bule.” Santi terkagum.
“Ma punya majikan kamu yang duluan gede mana.” Tanyaku.
“Gede ini Om, ampe tidak muat tu diemutnya.” Kata Santi tanpa memalingkan muka dari video itu.
“Kamu suka disuruh ngemut kontol san.” Tanyaku.
“Iya Om, majikan seneng banget kalau diemut.” Kata Santi sambil masih terpaku melihat adegan seru di layar kaca.
Suara ah uh merupakan serenade wajib film bokep terdengar jelas.
“Keenakan ya Om prempuannya, sampe mengerang-erang gitu.” Katanya.
“Emangnya kamu enggak.” Tanyaku.
“Iya juga sih.” Jawabnya.
Setelah melihat Santi mulai gelisah duduknya, sebentar kaki kiri ditopang kaki kanan, terus sebaliknya, aku tahu Santi dah mulai terangsang. “Napa kok gelisah San?, kamu napsu ya”, kataku to the point. Santi diem saja. kontolku dah ngaceng dengan kerasnya. Apalagi ketika paha yang putih terbuka karena kaosnya yang tersingkap. Kuelus betisnya. Dia diam saja. elusanku merambat makin keatas. Santi menggelihat, geli katanya. Kusingkapkan bagian bawah dasternya sampai sebatas perut. Kini paha mulus itu terhampar di hadapanku. Di atas paha, beberapa helai bulu jembut keluar dari CD yang minim berbentuk segitiga. Sungguh kontras warnanya. Jembutnya berwarna hitam, sedang tubuhnya berwarna putih. Kueluskan tanganku menuju pangkal pahanya sambil kuamati wajah Santi. Kueluskan perlahan ibu jariku di belahan bibir memeknya. Aku membungkuk diatas pahanya, kuciumi paha mulus tersebut berganti-ganti, kiri dan kanan, sambil tanganku mengusap dan meremasnya perlahan-lahan. Kedua paha tersebut secara otomatis bergerak membuka agak lebar. Kembali kuciumi dan kujilati paha dan betis nya. Nafsuku semakin tinggi. Aku semakin nekad. Kulepaskan kaos Santi, “Om, Aku mau diapain”, katanya lirih. Aku menghentikan aksiku. Aku memandangi tubuh mulus Santi tanpa daster menghalanginya. Tubuh moleknya sungguh membangkitkan birahi. toket yang besar membusung, pinggang yang ramping, dan pinggul yang besar melebar. pentilnya berdiri tegak. Kupandangi Santi. Alangkah cantiknya wajahnya. Lehernya jenjang. Toketnya yang montok bergerak naik-turun dengan teratur mengiringi nafasnya. Pinggangnya ramping, dan pinggulnya yang besar melebar. “SAN, aku mau ngasi kenikmatan sama kamu, mau enggak”, kataku perlahan sambil mencium toket nya yang montok. Santi diam saja, matanya terpejam. Hidungku mengendus-endus kedua toket yang berbau harum sambil sesekali mengecupkan bibir dan menjilatkan lidahku.pentil toket kanannya kulahap ke dalam mulutku. Badannya sedikit tersentak ketika pentil itu kugencet perlahan dengan menggunakan lidah dan gigi atasku. “Om…”, rintihnya, rupanya tindakanku membangkitkan napsunya juga. Karena sangat ingin merasakan kenikmatan dientot, Santi diam saja membiarkan aku menjelajahi tubuhnya. kusedot-sedot pentil toketnya secara berirama. Mula-mula lemah, lama-lama agak kuperkuat sedotanku. Kuperbesar daerah lahapan bibirku. Kini pentil dan toket sekitarnya yang berwarna kecoklatan itu semua masuk ke dalam mulutku. Kembali kusedot daerah tersebut dari lemah-lembut menjadi agak kuat. Mimik wajah Santi tampak sedikit berubah, seolah menahan suatu kenikmatan. Kedua toket harum itu kuciumi dan kusedot-sedot secara berirama. kontolku bertambah tegang. Sambil terus menggumuli toket dengan bibir, lidah, dan wajahnya, aku terus menggesek-gesekkan kontolku di kulit pahanya yang halus dan licin. Kubenamkan wajahku di antara kedua belah gumpalan dada Santi.
perlahan-lahan bergerak ke arah bawah. Kugesek-gesekkan wajahku di lekukan tubuh yang merupakan batas antara gumpalan toket dan kulit perutnya. Kiri dan kanan kuciumi dan kujilati secara bergantian. Kecupan-kecupan bibirku, jilatan-jilatan lidahku, dan endusan-endusan hidungku pun beralih ke perut dan pinggang Santi. Sementara gesekan-gesekan kepala kontolku kupindahkan ke betisnya. Bibir dan lidahku menyusuri perut sekeliling pusarnya yang putih mulus. wajahku bergerak lebih ke bawah. Dengan nafsu yang menggelora kupeluk pinggulnya secara perlahan-lahan. Kecupanku pun berpindah ke CD tipis yang membungkus pinggulnya tersebut. Kususuri pertemuan antara kulit perut dan CD, ke arah pangkal paha. Kujilat helaian-helaian rambut jembutnya yang keluar dari CDnya. Lalu kuendus dan kujilat CD pink itu di bagian belahan bibir memeknya. Santi makin terengah menahan napsunya, sesekali terdengar lenguhannya menahan kenikmatan yang dirasakannya.
Aku bangkit dan melepaskan semua yang menempek ditubuhku. “Punya Om gede banget, kayanya segede punya si bule deh.” Dengan posisi berdiri di atas lutut kukangkangi tubuhnya. kontolku yang tegang kutempelkan di kulit toket Santi. Kepala kontol kugesek-gesekkan di toket yang montok itu. Sambil kukocok batangnya dengan tangan kananku, kepala kontol terus kugesekkan di toketnya, kiri dan kanan. Setelah sekitar dua menit aku melakukan hal itu. Kuraih kedua belah gumpalan toket Santi yang montok itu. Aku berdiri di atas lutut dengan mengangkangi pinggang ramping Santi dengan posisi badan sedikit membungkuk. Batang kontolku kujepit dengan kedua gumpalan toketnya. Kini rasa hangat toket Santi terasa mengalir ke seluruh batang kontolku. Perlahan-lahan kugerakkan maju-mundur kontolku di cekikan kedua toket Santi. Kekenyalan daging toket tersebut serasa memijit-mijit batang kontolku, memberi rasa nikmat yang luar biasa. Di kala maju, kepala kontolku terlihat mencapai pangkal lehernya yang jenjang. Di kala mundur, kepala kontolku tersembunyi di jepitan toketnya.
Lama-lama gerak maju-mundur kontolku bertambah cepat, dan kedua toket nya kutekan semakin keras dengan telapak tanganku agar jepitan di batang kontolku semakin kuat. Aku pun merem melek menikmati enaknya jepitan toketnya. Santi pun mendesah-desah tertahan, “Ah… hhh… hhh… ah…” kontolku pun mulai melelehkan sedikit cairan. Cairan tersebut membasahi belahan toket Santi. Oleh gerakan maju-mundur kontolku di dadanya yang diimbangi dengan tekanan-tekanan dan remasan-remasan tanganku di kedua toketnya, cairan itu menjadi teroles rata di sepanjang belahan dadanya yang menjepit batang kontolku. Cairan tersebut menjadi pelumas yang memperlancar maju-mundurnya kontolku di dalam jepitan toketnya. Dengan adanya sedikit cairan dari kontolku tersebut aku merasakan keenakan dan kehangatan yang luar biasa pada gesekan-gesekan batang dan kepala kontolku dengan toketnya. “Hih… hhh… … Luar biasa enaknya…,” aku tak kuasa menahan rasa enak yang tak terperi. Nafas Santi menjadi tidak teratur. Desahan-desahan keluar dari bibirnya , yang kadang diseling desahan lewat hidungnya, “Ngh… ngh… hhh… heh… eh… ngh…” Desahan-desahan Santi semakin membuat nafsuku makin memuncak. Gesekan-gesekan maju-mundurnya kontolku di jepitan toketnya semakin cepat. kontolku semakin tegang dan keras. Kurasakan pembuluh darah yang melalui batang kontolku berdenyut-denyut, menambah rasa hangat dan nikmat yang luar biasa. “Enak sekali, San”, erangku tak tertahankan. Aku menggerakkan maju-mundur kontolku di jepitan toket Santi dengan semakin cepatnya. Rasa enak yang luar biasa mengalir dari kontol ke syaraf-syaraf otakku. Kulihat wajah Santi. Alis matanya bergerak naik turun seiring dengan desah-desah perlahan bibirnya akibat tekanan-tekanan, remasan-remasan, dan kocokan-kocokan di toketnya. Ada sekitar lima menit aku menikmati rasa keenakan luar biasa di jepitan toketnya itu.
Toket sebelah kanannya kulepas dari telapak tanganku. Tangan kananku lalu membimbing kontol dan menggesek-gesekkan kepala kontol dengan gerakan memutar di kulit toketnya yang halus mulus. Sambil jari-jari tangan kiriku terus meremas toket kiri Santi, kontolku kugerakkan memutar-mutar menuju ke bawah. Ke arah perut. Dan di sekitar pusarnya, kepala kontolku kugesekkan memutar di kulit perutnya yang putih mulus, sambil sesekali kusodokkan perlahan di lobang pusarnya. kucopot CD minimnya. Pinggul yang melebar itu tidak berpenutup lagi. Kulit perut yang semula tertutup CD tampak jelas sekali. Licin, putih, dan amat mulus. Di bawah perutnya, jembut yang hitam lebat menutupi daerah sekitar lobang memeknya. Kedua paha mulus Santi kurenggangkan lebih lebar. Kini hutan lebat di bawah perut tadi terkuak, mempertontonkan memeknya. Aku pun mengambil posisi agar kontolku dapat mencapai memek Santi dengan mudahnya. Dengan tangan kanan memegang batang kontol, kepalanya kugesek-gesekkan ke jembut Santi. Rasa geli menggelitik kepala kontolku. kepala kontolku bergerak menyusuri jembut menuju ke memeknya.
Kugesek-gesekkan kepala kontol ke sekeliling bibir memeknya. Terasa geli dan nikmat. kepala kontol kugesekkan agak ke arah lobang. Dan menusuk sedikit ke dalam. Lama-lama dinding mulut lobang memek itu menjadi basah. Kugetarkan perlahan-lahan kontolku sambil terus memasuki lobang memek. Kini seluruh kepala kontolku yang berhelm pink terbenam dalam jepitan mulut memek Santi. Jepitan mulut memek itu terasa hangat dan enak sekali. Kembali dari mulut Santi keluar desisan kecil tanda nikmat tak terperi. kontolku semakin tegang. Sementara dinding mulut memek Santi terasa semakin basah. Perlahan-lahan kontolku kutusukkan lebih ke dalam. Kini tinggal separuh batang yang tersisa di luar. Secara perlahan kumasukkan kontolku ke dalam memek. Terbenam sudah seluruh batang kontolku di dalam memek Santi. Sekujur batang kontol sekarang dijepit oleh memek Santi dengan sangat enaknya. secara perlahan-lahan kugerakkan keluar-masuk kontolku ke dalam memeknya. Sewaktu keluar, yang tersisa di dalam memek hanya kepala kontol saja. Sewaktu masuk seluruh kontol terbenam di dalam memek sampai batas pangkalnya. Rasa hangat dan enak yang luar biasa kini seolah memijiti seluruh bagian kontolku. Aku terus memasuk-keluarkan kontolku ke lobang memeknya. Alis matanya terangkat naik setiap kali kontolku menusuk masuk memeknya secara perlahan. Bibir segarnya yang sensual sedikit terbuka, sedang giginya terkatup rapat. Dari mulut sexy itu keluar desis kenikmatan, “Sssh…sssh… hhh… hhh… ssh…

Aku terus mengocok perlahan-lahan memeknya. Enam menit sudah hal itu berlangsung. Kembali kukocok secara perlahan memeknya. Kurasakan enaknya jepitan otot-otot memek pada kontolku. Kubiarkan kocokan perlahan tersebut sampai selama dua menit. Kembali kutarik kontolku dari memek Santi. Namun kini tidak seluruhnya, kepala kontol masih kubiarkan tertanam dalam mulut memeknya. Sementara batang kontol kukocok dengan jari-jari tangan kananku dengan cepatnya.
Rasa enak itu agaknya dirasakan pula oleh Santi. Santi mendesah-desah akibat sentuhan-sentuhan getar kepala kontolku pada dinding mulut memeknya, “Sssh… sssh… zzz…ah… ah… hhh…” Tiga menit kemudian kumasukkan lagi seluruh kontolku ke dalam memek Santi. Dan kukocok perlahan. Kunikmati kocokan perlahan pada memeknya kali ini lebih lama. Sampai kira-kira empat menit. Lama-lama aku tidak puas. Kupercepat gerakan keluar-masuk kontolku pada memeknya. Kurasakan rasa enak sekali menjalar di sekujur kontolku. Aku sampai tak kuasa menahan ekspresi keenakanku. Sambil tertahan-tahan, aku mendesis-desis, “SAN… memekmu luar biasa… nikmatnya…” Gerakan keluar-masuk secara cepat itu berlangsung sampai sekitar empat menit. rasa gatal-gatal enak mulai menjalar di sekujur kontolku.
Berarti beberapa saat lagi aku akan ngecret. Kucopot kontolku dari memek Santi. Segera aku berdiri dengan lutut mengangkangi tubuhnya agar kontolku mudah mencapai toketnya. Kembali kuraih kedua belah toket montok itu untuk menjepit kontolku yang berdiri dengan amat gagahnya. Agar kontolku dapat terjepit dengan enaknya, aku agak merundukkan badanku. kontol kukocokkan maju-mundur di dalam jepitan toketnya. Cairan memek Santi yang membasahi kontolku kini merupakan pelumas pada gesekan-gesekan kontolku dan kulit toketnya. “Oh… hangatnya… Sssh… nikmatnya…Tubuhmu luarrr biasa…”, aku merintih-rintih keenakan. Santi juga mendesis-desis keenakan, “Sssh.. sssh… sssh…” Giginya tertutup rapat. Alis matanya bergerak ke atas ke bawah. Aku mempercepat maju-mundurnya kontolku. Aku memperkuat tekananku pada toketnya agar kontolku terjepit lebih kuat. Rasa enak menjalar lewat kontolku. Rasa hangat menyusup di seluruh kontolku. Karena basah oleh cairan memek, kepala kontolku tampak amat mengkilat di saat melongok dari jepitan toket Santi. Leher kontol yang berwarna coklat tua dan helm kontol yang berwarna pink itu menari-nari di jepitan toketnya. Lama-lama rasa gatal yang menyusup ke segenap penjuru kontolku semakin menjadi-jadi. Semakin kupercepat kocokan kontolku pada toket Santi. Rasa gatal semakin hebat. Rasa hangat semakin luar biasa. Dan rasa enak semakin menuju puncaknya. Tiga menit sudah kocokan hebat kontolku di toket montok itu berlangsung. Dan ketika rasa gatal dan enak di kontolku hampir mencapai puncaknya, aku menahan sekuat tenaga benteng pertahananku sambil mengocokkan kontol di kempitan toket indah Santi dengan sangat cepatnya. Rasa gatal, hangat, dan enak yang luar biasa akhirnya mencapai puncaknya. Aku tak kuasa lagi membendung jebolnya tanggul pertahananku. “Santi…!” pekikku dengan tidak tertahankan. Mataku membeliak-beliak. Jebollah pertahananku. Rasa hangat dan nikmat yang luar biasa menyusup ke seluruh sel-sel kontolku saat menyemburkan peju. Crot! Crot! Crot! Crot!

No comments:

Post a Comment