Friday, October 25, 2013

Prospek Salon


Hari sudah Jum’at lagi yang merupakan hari terakhirku bekerja dalam seminggu. Ya, aku bekerja di salah satu bank swasta di Yogyakarta. Perkenalkan, namaku Roby. Aku adalah seorang account officer atau bisa juga disebut sales, namun aku menjual uang pada nasabah sebagai hutang atau kredit. Hari hariku kulewati dengan berkeliling di Yogyakarta untuk memasarkan produk kredit dari bank. Minimal aku harus melakukan sepuluh kunjungan atau prospek setiap hari. Tidak banyak memang, tapi akan jadi sulit jika aku tidak menemukan orang-orang yang bersedia bekerja sama.
Hari Jum'at ini kepala kantor unit dan kepala bagian account officer berencana untuk mengadakan rapat dengan semua kepala kantor unit dan kepala bagian account officer yang ada di Yogyakarta bertempat di kantor unit lain yang lumayan jauh dari kantor unit tempatku bekerja. Jadi aku tidak perlu terlalu khawatir akan diomeli saat laporan sore nanti.
Waktu sudah beranjak siang. Aku harus segera menyelesaikan 5 prospek yang kurang 1 lagi sebelum istirahat nanti. Namun aku mampir ke sebuah warung dulu untuk membeli minum demi mengobati rasa hausku. Tak berapa lama datanglah seorang wanita berusia 30-an yang memakai baju terusan warna putih yang hanya menutupi dari dada hingga turun sedikit yang kalau diukur mungkin hanya 10 cm dari pangkal pahanya. Dia pergi ke warung untuk membeli makan siang. Rupanya dia adalah pemilik sebuah salon di seberang jalan yang nampaknya kurang begitu ramai bernama Bunga Salon. Dalam benakku ini adalah sasaran strategis untuk pencairan kredit. Siapa tahu dengan mengambil kredit di bank tempatku bekerja untuk mengembangkan usaha, salonnya bisa tambah ramai dan bahkan bisa membuka cabang baru. Tanpa berlama-lama kuhabiskan minumanku lalu aku beranjak ke salon itu.
Di salon itu aku bertemu dua orang, wanita yang berpakaian seksi tadi dan suaminya yang bernama Tarjo. Di ruang tunggu itu aku mengobrol dengan sang suami yang bekerja sebagai tentara. Sementara si wanita seksi itu masih meneruskan makannya. Namun entah karena lupa, tidak sadar atau tidak peduli, wanita itu duduk dengan sangat senmbrono. Dia duduk dengan membuka kaki seperti saat jongkok. Aku pun menggeser posisi dudukku dengan tanpa dia sadari agar aku bisa lebih jelas melihat apa di antara kedua pahanya. Benar saja, dengan posisi ini aku bisa melihat celana dalam warna putih yang menutupi organ intimya. Dalam obrolanku dengan suaminya, singkat kata ternyata dia sudah mengajukan kredit di bank terbesar di Indonesia sebesar Rp 100.000.000 dengan bunga hanya 1%. Sungguh sulit untuk disaingi bank swasta di mana aku bekerja.
Setelah mengobrol agak lama, sang suami berpamitan padaku dan istrinya,”Mi, aku mau ke markas dulu, mau kerja.”
“Lho, bukan hari ini gilirannya Papi libur?” Sahut istrinya.
Sambil beranjak pergi sang suami berkata,”Iya Mi, kemarin aku lupa bilang kalo hari ini aku menggantikan jadwal temanku yang mau cuti.”
“Oh begitu. Ya, sudah hati-hati di jalan ya Pi.” Kata si istri.
“Oh iya mas Roby, nanti ngobrolnya dilanjutkan dengan istri saya ya. Mohon maaf saya tinggal dulu.” Kata Pak Tarjo seraya pamit.
“Iya Pak, tidak apa-apa. Selamat bertugas.” Timpalku.
Tak berapa lama Pak Tarjo pun pergi. Aku pun mulai membuka pembicaraan dengan istri Pak Tarjo.
            “Bu, proses kredit di bank sudah berapa lama?” Tanyaku.
“Sudah dua minggu Mas, belum cair-cair. Eh iya, ngomong-ngomong jangan panggil bu dong. Panggil Mbak Bunga aja. Soalnya kalau pake bu kesannya tua banget.” Kata Bunga.
“Iya, maaf Mbak. Kita kembali ke masalah bank. Kalau di tempat kami dalam tiga hari bisa cair lho. Asal persyaratannya sudah lengkap.” Kataku kembali ke masalah utama.
“Oh gitu ya. Cepet banget. Eh iya Mas mau minum apa?” Katanya sambil membungkuk hendak berdiri dan tanpa sengaja aku melihat belahan dadanya yang amat seksi membuat burungku terusik.
“Air putih aja Mbak.” Jawabku.
Mbak Bunga pun kembali dengan segelas air putih,”Ini mas diminum dulu air putihnya.”
            “Iya, terima kasih.” Kataku.
            “Mbak, boleh tanya satu hal?” Tanyaku.
            “Iya boleh. Apa Mas?” Jawabnya.
“Anu, maaf bukannya lancang. Apa Mbak Bunga setiap hari berpakaian seperti ini?” Tanyaku penasaran.
“Aduh jadi malu. Iya Mas, saya setiap hari di waktu siang pake pakaian seperti ni. Yach, untuk mancing mangsa sih.” Katanya sambil tersipu malu.
Aku semakin penasaran,”Mangsa? Mangsa seperti apa yang Mbak maksud?”
“Gini Mas, kalo cuma dari salon dan gaji suamiku, terus terang aku nggak bisa memenuhi kebutuhan belanjaku. Apalagi kebanyakan layanan salon kan cuma uusan rambut, kalau dipotong biaya operasional aku nggak dapet apa-apa Mas. Jadi aku buka layanan lain. Tapi Mas jangan bilang-bilang suamiku ya. Aku sudah rahasiain ini selama 5 bulan.” Katanya pelan-pelan.
“Layanan apa aja Mbak?” Aku semakin penasaran.
“Mas, kalau Mas mau tahu lebih banyak, harus ada DP dulu lho. Aku minta 150 ribu.” Kata Mbak Bunga sambil menutup salonnya.
“Nanti bisa diatur. Sekarang mulai aja.” Kataku.
Dia pun mendorongku yang sedang duduk di sofa panjang hingga terlentang. Kemudian tanpa aba-aba dia mulai membuka kancing bajuku satu persatu. Celanaku pun tak lupa dibukanya. Hingga tak sehelai benangpun menutupi badanku.
            “Nanti kamu keenakan lho mas.” Kata Bunga.
            “Masa sih, Mbak? Coba buktiin!“ Kataku.
“Kamu benar-benar mau?” tanyanya penuh semangat.
Tanpa menunggu jawabanku lagi, ia lalu memegang kejantananku yang berukuran besar itu dan pelan-pelan mulai mengocok-ngocoknya. Wah… memang benar enak kocokannya. Pelan tapi pasti. Beberapa menit kemudian ia jongkok di samping tempat tidur. Mulutnya dibuka lalu batang kejantananku dimasukkan ke dalamnya. Mula-mula dihisapnya, dikulum lalu dijilat-jilatnya kepala kejantananku.
Masih dengan agak terkejut aku mulai mencoba menikmati layanannya. Tanganku pun tak tinggal diam mengacak-acak rambutnya.
            Tanpa disangka-sangka Mbak Bunga memegang tangan kananku lalu menuntunnya masuk ke balik pakaiannya. Ya.. itu dia!! Gunung kembarnya begitu kenyal dan besar kurasakan. Tanpa disuruh lagi aku pun meremas-remas, meraba-raba ’susu’ ajaibnya itu. Sementara itu ia terus saja mengulum dan mengisap kejantananku dengan penuh nafsu.
Beberapa menit kemudian aku mulai merasa akan ada sesuatu yang akan keluar dari tubuhku.
“Crot..! crot…! crot…!”
Sesuatu berwarna putih kekuning-kuningan dan agak kental keluar dari batang kejantananku dan tanpa ampun lagi langsung menyemprot masuk ke mulut Mbak Bunga. Setelah sembilan kali semprot, ia menjilati kejantananku dengan mimik muka penuh kepuasan.
“Gimana Mas…? Puas nggak?…” Tanyanya sambil tersenyum.
Terlihat bekas sperma itu di mulut dan bibirnya.
“Wah nikmat ya Mbak… Boleh dong aku minta lagi…?” Jawabku penuh harap.
“Boleh dong… Tapi bayar dulu ya… Kamu kan udah janji… Besok kamu pasti akan merasa lebih puas lagi… Mbak janji deh…” ujarnya dengan mimik seperti menyembunyikan sesuatu.
Setelah membayar aku pun beranjak dari salon itu untuk meneruskan pekerjaanku, namun rasanya lelah sekali.
            Esoknya aku datang ke salon pijat itu setelah aku melakukan kunjungan dan membuat laporan. Pikirku aku tidak akan terlalu kecapaian saat bekerja.
            “Sore Mbak, masih inget sama aku?” Kataku seraya membuka pintu.
“Eh Mas Roby, masak aku lupa sama Mas yang punya barang gede gitu.” Kata Mbak Bunga.
“Ah biasa aja Mbak. Eh anu mbak aku mau lanjutin yang kemaren.” Kataku.
“Boleh, boleh, bisa, bisa. Tapi siapin duit 900 ribu ya. Ada yang spesial nih.” Jawab Mbak Bunga.
“Siap. Nanti kusediain ATM deket ini kok.” Kataku.
Mbak Bunga menepukkan tangannya. Kemudian dari belakang muncul teman Mbak Bunga yang bernama Viviana. Aku kemudian diseret menuju kamar yang ada di belakang. Di sana aku ditelanjangi dengan kasar. Tapi justru ini seksi menurutku.
Mereka terus saja menjilati, mengulum dan menghisap-hisap batanganku. Yang seorang di sebelah kananku dan yang seorang lagi di sebelah kiriku. Tanganku yang kiri meremas-remas susu Viviana sedang tangan yang kanan meremas susunya Bunga. Setelah sepuluh menit, batang kejantananku mulai mengeras dan siap untuk ditusukkan. Viviana kemudian naik ke atas ranjang dan menyingkapkan roknya. Duh.. rupanya ia sudah tidak mengenakan celana dalam. Ia kemudian duduk di atas kepalaku. Dengan sengaja ia mengarahkan liang kewanitaannya ke wajahku. Aku tiba-tiba teringat dengan film porno yang pernah kutonton seminggu yang lalu. Ya… aku harus menjilatnya terutama di bagian kecil dan merah itu… ya apa ya namanya? Klitoris ya? Nah itu dia! Tanpa disuruh dua kali aku langsung mengarahkan lidahku ke bagiannya itu.
“Slep… slep… slep…” terdengar bunyi lidahku saat bersentuhan dengan klitoris Viviana.
Dan Bunga? Rupanya ia sudah membuka seluruh pakaiannya lalu menduduki batanganku yang sudah sangat mengeras dan berdiri dengan gagahnya. Dengan tangan kirinya ia meraih batang kejantananku itu lalu dengan pelan ia mengarahkan senjataku itu ke liang senggamanya.
“Bles… jleb… bles…” Batang kejantananku sudah masuk separuh, ia terus saja bergoyang ke bawah ke atas. Buah dadanya yang montok bergoyang-goyang dengan indahnya, kedua tangannya memegang sisi ranjang.
Wah… dikeroyok begini sih siapa yang nggak mau, bisa main dua ronde nih. Setelah beberapa menit, kami berganti posisi. Viviana kusuruh tidur dengan posisi tertelungkup. Sementara Bunga juga tidak ketinggalan. Lalu dengan penuh nafsu aku membawa batanganku dan mengarahkannya ke liang senggama Viviana dari arah belakang.
“Bles… bles… bles…jeb!!” Liang senggamanya berhasil ditembus oleh senjataku.
Terdengar suara lenguhan Viviana karena merasa nikmat.
“Uh.. uh.. uh.. uh.. Terus Mas.. Enak…ikmat..!” Tanganku pun tidak kalah hebatnya.
Kuraih buah dadanya sambil kuremas-remas. Puting payudaranya kupegang-pegang.
“Gantian dong…” tiba-tiba Bunga minta jatah.
Duh, hampir kulupakan si doi. Aku cabut batang kejantananku dari liang senggama Viviana lalu kubawa ke ranjang sebelah di mana telah menanti Bunga yang sedang mengelus-elus kemaluannya yang indah. Tanpa menunggu lagi, aku naik ke ranjang itu lalu kumasukkan dengan dorongan yang amat keras ke liang senggamanya.
“Jangan keras-keras dong Mas…” erangnya nikmat.
“Habis mau keluar nih, Mbak… Di dalam atau di luar…” aku tiba-tiba merasakan bahwa ada sesuatu yang nikmat akan lepas dari tubuhku.
“Di mukaku aja Mas..” jawabnya di tengah erangan nafsunya.
Lalu kutarik batang kejantananku dari liang senggamanya yang sedang merekah dan membawanya ke kepalanya. Lalu aku menumpahkan cairan putih kental itu ke wajahnya.
“Crot.. crot…crott.. crot.. crot!” Kasihan juga Mbak Bunga, wajahnya berlepotan spermaku.
Ia tersenyum dan berkata, “Terima kasih Mas… aku puas banget… demikian juga Vivi…”

No comments:

Post a Comment