Hari sudah Jum’at lagi yang merupakan hari
terakhirku bekerja dalam seminggu. Ya, aku bekerja di salah satu bank swasta di
Yogyakarta. Perkenalkan, namaku Roby. Aku adalah seorang account officer atau
bisa juga disebut sales, namun aku menjual uang pada nasabah sebagai hutang
atau kredit. Hari hariku kulewati dengan berkeliling di Yogyakarta untuk
memasarkan produk kredit dari bank. Minimal aku harus melakukan sepuluh
kunjungan atau prospek setiap hari. Tidak banyak memang, tapi akan jadi sulit
jika aku tidak menemukan orang-orang yang bersedia bekerja sama.
Hari Jum'at ini kepala kantor unit dan kepala
bagian account officer berencana untuk mengadakan rapat dengan semua kepala
kantor unit dan kepala bagian account officer yang ada di Yogyakarta bertempat
di kantor unit lain yang lumayan jauh dari kantor unit tempatku bekerja. Jadi
aku tidak perlu terlalu khawatir akan diomeli saat laporan sore nanti.
Waktu sudah beranjak siang. Aku harus segera
menyelesaikan 5 prospek yang kurang 1 lagi sebelum istirahat nanti. Namun aku
mampir ke sebuah warung dulu untuk membeli minum demi mengobati rasa hausku.
Tak berapa lama datanglah seorang wanita berusia 30-an yang memakai baju
terusan warna putih yang hanya menutupi dari dada hingga turun sedikit yang
kalau diukur mungkin hanya 10 cm dari pangkal pahanya. Dia pergi ke warung
untuk membeli makan siang. Rupanya dia adalah pemilik sebuah salon di seberang
jalan yang nampaknya kurang begitu ramai bernama Bunga Salon. Dalam benakku ini
adalah sasaran strategis untuk pencairan kredit. Siapa tahu dengan mengambil
kredit di bank tempatku bekerja untuk mengembangkan usaha, salonnya bisa tambah
ramai dan bahkan bisa membuka cabang baru. Tanpa berlama-lama kuhabiskan
minumanku lalu aku beranjak ke salon itu.
Di salon itu aku bertemu dua orang, wanita
yang berpakaian seksi tadi dan suaminya yang bernama Tarjo. Di ruang tunggu itu
aku mengobrol dengan sang suami yang bekerja sebagai tentara. Sementara si
wanita seksi itu masih meneruskan makannya. Namun entah karena lupa, tidak sadar
atau tidak peduli, wanita itu duduk dengan sangat senmbrono. Dia duduk dengan
membuka kaki seperti saat jongkok. Aku pun menggeser posisi dudukku dengan
tanpa dia sadari agar aku bisa lebih jelas melihat apa di antara kedua pahanya.
Benar saja, dengan posisi ini aku bisa melihat celana dalam warna putih yang
menutupi organ intimya. Dalam obrolanku dengan suaminya, singkat kata ternyata
dia sudah mengajukan kredit di bank terbesar di Indonesia sebesar Rp
100.000.000 dengan bunga hanya 1%. Sungguh sulit untuk disaingi bank swasta di
mana aku bekerja.
Setelah mengobrol
agak lama, sang suami berpamitan padaku dan istrinya,”Mi, aku mau ke markas
dulu, mau kerja.”
“Lho, bukan hari ini gilirannya Papi libur?”
Sahut istrinya.
Sambil beranjak pergi
sang suami berkata,”Iya Mi, kemarin aku lupa bilang kalo hari ini aku
menggantikan jadwal temanku yang mau cuti.”
“Oh begitu. Ya, sudah
hati-hati di jalan ya Pi.” Kata si istri.
“Oh iya mas Roby,
nanti ngobrolnya dilanjutkan dengan istri saya ya. Mohon maaf saya tinggal dulu.”
Kata Pak Tarjo seraya pamit.
“Iya Pak, tidak
apa-apa. Selamat bertugas.” Timpalku.
Tak
berapa lama Pak Tarjo pun pergi. Aku pun mulai membuka pembicaraan dengan istri
Pak Tarjo.
“Bu, proses kredit di bank sudah
berapa lama?” Tanyaku.
“Sudah dua minggu
Mas, belum cair-cair. Eh iya, ngomong-ngomong jangan panggil bu dong. Panggil
Mbak Bunga aja. Soalnya kalau pake bu kesannya tua banget.” Kata Bunga.
“Iya, maaf Mbak. Kita
kembali ke masalah bank. Kalau di tempat kami dalam tiga hari bisa cair lho.
Asal persyaratannya sudah lengkap.” Kataku kembali ke masalah utama.
“Oh gitu ya. Cepet
banget. Eh iya Mas mau minum apa?” Katanya sambil membungkuk hendak berdiri dan
tanpa sengaja aku melihat belahan dadanya yang amat seksi membuat burungku
terusik.
“Air putih aja Mbak.”
Jawabku.
Mbak Bunga pun
kembali dengan segelas air putih,”Ini mas diminum dulu air putihnya.”
“Iya, terima kasih.” Kataku.
“Mbak, boleh tanya satu hal?”
Tanyaku.
“Iya boleh. Apa Mas?” Jawabnya.
“Anu, maaf bukannya
lancang. Apa Mbak Bunga setiap hari berpakaian seperti ini?” Tanyaku penasaran.
“Aduh jadi malu. Iya
Mas, saya setiap hari di waktu siang pake pakaian seperti ni. Yach, untuk
mancing mangsa sih.” Katanya sambil tersipu malu.
Aku semakin
penasaran,”Mangsa? Mangsa seperti apa yang Mbak maksud?”
“Gini Mas, kalo cuma
dari salon dan gaji suamiku, terus terang aku nggak bisa memenuhi kebutuhan
belanjaku. Apalagi kebanyakan layanan salon kan cuma uusan rambut, kalau
dipotong biaya operasional aku nggak dapet apa-apa Mas. Jadi aku buka layanan
lain. Tapi Mas jangan bilang-bilang suamiku ya. Aku sudah rahasiain ini selama
5 bulan.” Katanya pelan-pelan.
“Layanan apa aja
Mbak?” Aku semakin penasaran.
“Mas, kalau Mas mau
tahu lebih banyak, harus ada DP dulu lho. Aku minta 150 ribu.” Kata Mbak Bunga
sambil menutup salonnya.
“Nanti bisa diatur.
Sekarang mulai aja.” Kataku.
Dia
pun mendorongku yang sedang duduk di sofa panjang hingga terlentang. Kemudian
tanpa aba-aba dia mulai membuka kancing bajuku satu persatu. Celanaku pun tak
lupa dibukanya. Hingga tak sehelai benangpun menutupi badanku.
“Nanti kamu keenakan lho mas.” Kata Bunga.
“Masa sih, Mbak? Coba buktiin!“
Kataku.
“Kamu benar-benar mau?” tanyanya penuh
semangat.
Tanpa menunggu jawabanku lagi, ia lalu memegang
kejantananku yang berukuran besar itu dan pelan-pelan mulai mengocok-ngocoknya.
Wah… memang benar enak kocokannya. Pelan tapi pasti. Beberapa menit kemudian ia
jongkok di samping tempat tidur. Mulutnya dibuka lalu batang kejantananku
dimasukkan ke dalamnya. Mula-mula dihisapnya, dikulum lalu dijilat-jilatnya
kepala kejantananku.
Masih
dengan agak terkejut aku mulai mencoba menikmati layanannya. Tanganku pun tak
tinggal diam mengacak-acak rambutnya.
Tanpa disangka-sangka Mbak Bunga
memegang tangan kananku lalu menuntunnya masuk ke balik pakaiannya. Ya.. itu
dia!! Gunung kembarnya begitu kenyal dan besar kurasakan. Tanpa disuruh lagi
aku pun meremas-remas, meraba-raba ’susu’ ajaibnya itu. Sementara itu ia terus
saja mengulum dan mengisap kejantananku dengan penuh nafsu.
Beberapa menit kemudian aku mulai merasa akan
ada sesuatu yang akan keluar dari tubuhku.
“Crot..! crot…! crot…!”
Sesuatu berwarna putih kekuning-kuningan dan
agak kental keluar dari batang kejantananku dan tanpa ampun lagi langsung
menyemprot masuk ke mulut Mbak Bunga. Setelah sembilan kali semprot, ia
menjilati kejantananku dengan mimik muka penuh kepuasan.
“Gimana Mas…? Puas nggak?…” Tanyanya sambil
tersenyum.
Terlihat
bekas sperma itu di mulut dan bibirnya.
“Wah nikmat ya Mbak… Boleh dong aku minta
lagi…?” Jawabku penuh harap.
“Boleh dong… Tapi bayar
dulu ya… Kamu kan udah janji… Besok kamu pasti akan merasa lebih puas lagi…
Mbak janji deh…” ujarnya dengan mimik seperti menyembunyikan sesuatu.
Setelah
membayar aku pun beranjak dari salon itu untuk meneruskan pekerjaanku, namun
rasanya lelah sekali.
Esoknya aku datang ke salon pijat
itu setelah aku melakukan kunjungan dan membuat laporan. Pikirku aku tidak akan
terlalu kecapaian saat bekerja.
“Sore Mbak, masih inget sama aku?” Kataku
seraya membuka pintu.
“Eh Mas Roby, masak
aku lupa sama Mas yang punya barang gede gitu.” Kata Mbak Bunga.
“Ah biasa aja Mbak.
Eh anu mbak aku mau lanjutin yang kemaren.” Kataku.
“Boleh, boleh, bisa,
bisa. Tapi siapin duit 900 ribu ya. Ada yang spesial nih.” Jawab Mbak Bunga.
“Siap. Nanti kusediain
ATM deket ini kok.” Kataku.
Mbak Bunga menepukkan tangannya. Kemudian
dari belakang muncul teman Mbak Bunga yang bernama Viviana. Aku kemudian
diseret menuju kamar yang ada di belakang. Di sana aku ditelanjangi dengan
kasar. Tapi justru ini seksi menurutku.
Mereka terus saja menjilati, mengulum dan
menghisap-hisap batanganku. Yang seorang di sebelah kananku dan yang seorang
lagi di sebelah kiriku. Tanganku yang kiri meremas-remas susu Viviana sedang
tangan yang kanan meremas susunya Bunga. Setelah sepuluh menit, batang
kejantananku mulai mengeras dan siap untuk ditusukkan. Viviana kemudian naik ke
atas ranjang dan menyingkapkan roknya. Duh.. rupanya ia sudah tidak mengenakan
celana dalam. Ia kemudian duduk di atas kepalaku. Dengan sengaja ia mengarahkan
liang kewanitaannya ke wajahku. Aku tiba-tiba teringat dengan film porno yang
pernah kutonton seminggu yang lalu. Ya… aku harus menjilatnya terutama di
bagian kecil dan merah itu… ya apa ya namanya? Klitoris ya? Nah itu dia! Tanpa
disuruh dua kali aku langsung mengarahkan lidahku ke bagiannya itu.
“Slep… slep… slep…”
terdengar bunyi lidahku saat bersentuhan dengan klitoris Viviana.
Dan Bunga? Rupanya ia sudah membuka seluruh
pakaiannya lalu menduduki batanganku yang sudah sangat mengeras dan berdiri
dengan gagahnya. Dengan tangan kirinya ia meraih batang kejantananku itu lalu
dengan pelan ia mengarahkan senjataku itu ke liang senggamanya.
“Bles… jleb… bles…” Batang
kejantananku sudah masuk separuh, ia terus saja bergoyang ke bawah ke atas.
Buah dadanya yang montok bergoyang-goyang dengan indahnya, kedua tangannya
memegang sisi ranjang.
Wah… dikeroyok begini sih siapa yang nggak
mau, bisa main dua ronde nih. Setelah beberapa menit, kami berganti posisi.
Viviana kusuruh tidur dengan posisi tertelungkup. Sementara Bunga juga tidak
ketinggalan. Lalu dengan penuh nafsu aku membawa batanganku dan mengarahkannya
ke liang senggama Viviana dari arah belakang.
“Bles… bles…
bles…jeb!!” Liang senggamanya berhasil ditembus oleh senjataku.
Terdengar suara lenguhan Viviana karena
merasa nikmat.
“Uh.. uh.. uh.. uh..
Terus Mas.. Enak…ikmat..!” Tanganku
pun tidak kalah hebatnya.
Kuraih
buah dadanya sambil kuremas-remas. Puting payudaranya kupegang-pegang.
“Gantian dong…” tiba-tiba Bunga minta jatah.
Duh, hampir kulupakan si doi. Aku cabut
batang kejantananku dari liang senggama Viviana lalu kubawa ke ranjang sebelah
di mana telah menanti Bunga yang sedang mengelus-elus kemaluannya yang indah.
Tanpa menunggu lagi, aku naik ke ranjang itu lalu kumasukkan dengan dorongan
yang amat keras ke liang senggamanya.
“Jangan keras-keras dong Mas…” erangnya nikmat.
“Habis mau keluar
nih, Mbak… Di dalam atau di luar…” aku tiba-tiba merasakan bahwa ada sesuatu
yang nikmat akan lepas dari tubuhku.
“Di mukaku aja Mas..”
jawabnya di tengah erangan nafsunya.
Lalu kutarik batang kejantananku dari liang
senggamanya yang sedang merekah dan membawanya ke kepalanya. Lalu aku
menumpahkan cairan putih kental itu ke wajahnya.
“Crot.. crot…crott..
crot.. crot!” Kasihan juga Mbak Bunga, wajahnya berlepotan spermaku.
Ia tersenyum dan
berkata, “Terima kasih Mas… aku puas banget…
demikian juga Vivi…”
No comments:
Post a Comment