Namaku Nilam,
kepanjangannya Nilam Kinasih, aku bekerja di Jakarta sebagai seorang pembantu rumah tangga merangkap baby-sitter. Majikanku sepasang suami-istri yang baru punya satu anak yang masih bayi. Tinggal bersama mereka adalah adik mereka yang sudah lulus kuliah dan mulai bekerja, namanya Wibowo. Aku
memanggilnya Mas Bowo. Saat ini majikanku dengan bayinya sedang pergi ke
Singapura, tentu saja aku tidak diajak, aku sendirian di rumah. Ketika hari
senja, Mas Bowo pulang dari kerja dengan motornya. Mas Bowo baik sekali padaku,
sangat sopan dan ramah. Semenjak kami tinggal berdua saja, setiap pulang kerja
Mas Bowo selalu membawakan oleh-oleh berupa jajanan dan diberikan kepadaku. Ya pisang goreng, ya martabak manis, ya kue donat, tiap hari selalu berbeda.
"Mbak Nilam, ini
untuk mbak..." Kata Mas Bowo sambil tersenyum manis.
"Terima kasih Mas...,
kok tiap hari dibawain oleh-oleh?” Aku tersipu malu.
"Kasihan sama mbak, pagi sampai sore kan sendirian di
rumah.” Mas Bowo meraih handuknya dan pergi mandi.
Ketika sudah jam 7
malam selesai makan, kami berdua duduk di ruang keluarga sambil nonton sinetron di TV. Jam 10 malam, Mas Bowo masuk kamarnya dan tidur.
Ini telah berlangsung 2 hari. Aku semakin tertarik atau mungkin sudah jatuh cinta
kepada kebaikan dan kelembutan Mas Bowo.
Di malam ketiga, Mas
Bowo mulai menunjukkan kasih sayangnya kepadaku. Dia duduk dekat di sampingku,
hatiku berdebar kencang, dia memegang tanganku dengan lembut.
"Mbak Nilam, aku jatuh cinta sama kamu, kamu begitu
cantik, halus dan sopan
kepadaku." Wajahku merah padam, aku tertunduk malu.
kepadaku." Wajahku merah padam, aku tertunduk malu.
"Mas Bowo, saya nggak berani menerima cinta Mas, saya Cuma
perempuan desa..."
Dia duduk semakin
rapat denganku, diraihnya daguku, dipeluknya aku dan
diciumnya bibirku. Aku tak bisa menolak pelukan dan ciumannya yang mesra. Cuma
berlangsung sebentar, mungkin 3 menit. Tapi telah membuatku mabuk kepayang.
diciumnya bibirku. Aku tak bisa menolak pelukan dan ciumannya yang mesra. Cuma
berlangsung sebentar, mungkin 3 menit. Tapi telah membuatku mabuk kepayang.
"Terima kasih ya mbak..., telah menyambut ciuman kasih
sayangku” Bisiknya
lembut.
lembut.
Aku tersipu-sipu tak
kuasa mengucapkan sepatah katapun. Cuma anggukan yang sangat kikuk.
"Nilam
takut?" Tanyanya lagi.
"Ya Mas, mana
mungkin Nilam bisa membalas cinta Mas yang begitu anggun?"
"Jangan bilang begitu, kita kan sama-sama manusia, tidak
ada kasta-kastaan, masa' nggak boleh saling jatuh cinta?"
"Mas, Nilam mau
tidur dulu...” aku segera bangkit dan beranjak ke kamarku.
Mas Bowo ikut berdiri
dan menggandeng tanganku, ikut aku masuk ke kamarku. Di depan pintu kamarku, ia
mendekapku lagi dan mencium bibirku. Kali ini lebih
"panas" dari yang pertama, lumatannya seperti hendak menelan seluruh mulutku,
lidahnya dimainkannya di bawah langit-langit mulutku, membuat darah mudaku
mendesir ke seluruh ujung-ujung sarafku.
"panas" dari yang pertama, lumatannya seperti hendak menelan seluruh mulutku,
lidahnya dimainkannya di bawah langit-langit mulutku, membuat darah mudaku
mendesir ke seluruh ujung-ujung sarafku.
Dia merangkulkan
tangan kirinya di leherku, dan aku merangkulkan kedua tanganku di pinggangnya. Kali
ini bibirnya mulai lepas dari bibirku dan menjelajahi leherku dan belakang telingaku,
sehingga membuatku semakin "lupa daratan". Aku mulai mendesah manja.
Dia tetap sopan dan tidak meraba-raba ke bagian tubuhku yang lebih sensitif.
"Nilam, aku
cinta sama kamu," bisiknya di daun telingaku.
"Mas Bowo, Nilam
juga sayang sama Mas...."
Dia mulai
menggiringku ke pinggir tempat tidurku, dan aku mulai pasrah saja. Sambil
tangannya meraih saklar lampu kamarku untuk memadamkannya. Dalam keadaan gelap,
aku semakin tidak kuasa menahan diri. Ingin rasanya aku serahkan jiwa ragaku
kepada Mas Bowo malam ini, sebagai bukti kecintaanku padanya.
Nafasku makin
memburu, desahanku semakin menjadi-jadi. Ini sudah berlangsung hampir setengah
jam, celana dalamku mulai terasa agak basah, seluruh rangsangan sudah mulai
memuncak di sekujur tubuhku. Mas Bowo mulai menyentuh buah dadaku yang masih
terbungkus beha. Sentuhannya begitu lembut, tapi membuatku seperti
melayang-layang. Dia terus melumat bibirku dengan lemah lembut. Kini ia mulai
meremas buah dadaku yang kiri dari luar dasterku, hatiku makin berdebar-debar
keras, darahku makin mendesir.
"Mas,
pelan-pelaaaann..." Aku mulai mendesah lemah.
Tangan kanannya mulai
menggerayangi punggungku dari bawah pakaianku, dia
seperti mencari kaitan beha-ku, dan benar dia sudah mendapatkannya dan melepas kaitannya. Segera tangannya membuka retsliting belakang dasterku sampai ke bawah dan mulai melepas dasterku. Aku hanya memakai celana dalam sekarang, diremasnya kedua buah dadaku yang kanan dengan irama teratur dan mengkilik buah dadaku yang kiri dengan jempol dan telunjuknya.
seperti mencari kaitan beha-ku, dan benar dia sudah mendapatkannya dan melepas kaitannya. Segera tangannya membuka retsliting belakang dasterku sampai ke bawah dan mulai melepas dasterku. Aku hanya memakai celana dalam sekarang, diremasnya kedua buah dadaku yang kanan dengan irama teratur dan mengkilik buah dadaku yang kiri dengan jempol dan telunjuknya.
"Maaaassss,
Nilam nggak tahaaaan.."
Dilepasnya kilikannya
dan kini dia memelukku erat sambil tangannya membelai rambutku yang panjang
terurai. Menenangkan jiwaku yang bergejolak bagai deburan ombak.
"Mas Bowo sayang Nilam, Nilam sayang Mas Bowo nggak?”
dibisikkannya kata- kata indah di telingaku.
Aku mengangguk
spontan. Hatiku benar-benar terpaut kepada Mas Bowo, dalam sepanjang hidupku,
aku belum pernah merasakan kasih sayang yang begitu lemah lembut dari seorang
laki-laki.
Mas Bowo mulai
membuka seluruh pakaiannya, dan kini ia dalam keadaaan telanjang bulat, tapi
aku tak berani melihat kemaluannya, aku merasa sangat malu. Sekarang ia
tengkurap di atas tubuhku, kurasakan tonjolan kemaluannya yang menempel di luar
celana dalamku begitu besar dan betapa kerasnya.
"Nilam mau
pegang 'burung' Mas Bowo?" tanyanya.
"Malu, ah
Mas.... Nilam belum pernah..."
Tanpa bertanya lagi,
ia membimbing tanganku dan membawanya pada
kemaluannya, dimintanya aku menggenggam kemaluannya tanpa aku berani
melihatnya. Astaga! Besarnya dan panjangnyaaaa, mungkin ada 17 cm. Ia mulai menurunkan celana dalamku dan ditanggalkannya, sekarang kami sama-sama telanjang bulat. Mas Bowo kembali mengulum puting buah dadaku, puas di kiri pindah ke kanan, kiri lagi, pindah kanan lagi, sambil jari-jari tangannya menyentuh lubang kemaluanku yang sudah mulai becek. Aduuuh, nikmat sekali rasanya. Kepala Mas Bowo kini mulai pindah ke bawah, menciumi pusarku, dan terus turun ke bawah, tepat di depan kemaluanku, kepalanya berhenti, kini lidahnya dijulurkannya, dan mulai menjilati kemaluanku, mulai dari bibir kemaluanku, terus makin ke dalam. Sampai kini di ujung itilku, disapu-sapukannya ujung lidahnya ke ujung itilku.
kemaluannya, dimintanya aku menggenggam kemaluannya tanpa aku berani
melihatnya. Astaga! Besarnya dan panjangnyaaaa, mungkin ada 17 cm. Ia mulai menurunkan celana dalamku dan ditanggalkannya, sekarang kami sama-sama telanjang bulat. Mas Bowo kembali mengulum puting buah dadaku, puas di kiri pindah ke kanan, kiri lagi, pindah kanan lagi, sambil jari-jari tangannya menyentuh lubang kemaluanku yang sudah mulai becek. Aduuuh, nikmat sekali rasanya. Kepala Mas Bowo kini mulai pindah ke bawah, menciumi pusarku, dan terus turun ke bawah, tepat di depan kemaluanku, kepalanya berhenti, kini lidahnya dijulurkannya, dan mulai menjilati kemaluanku, mulai dari bibir kemaluanku, terus makin ke dalam. Sampai kini di ujung itilku, disapu-sapukannya ujung lidahnya ke ujung itilku.
"Aaaaaaahhhh...”
aku meronta kenikmatan.
Halus nian kilikannya
pada itilku, tapi stabil dan terus-menerus. Aku mulai menggelinjang. Kuangkat
pinggulku, tak kuat menahan geliiii dan rangsangannya yang sangat kuat.
"Aaaaaaahhh......" desahanku semakin keras, "Aduuuh
Mas, Nilam rasanya pengen kenciiiiing”
Dia tidak menjawab
dan terus melakuan sapuan yang semakin mantap pada itilku. Saking tak tahannya,
aku lepaskan air kemaluanku, tapi sangat berbeda dengan kencing, karena ini
menimbulkan kenikmatan pada sekujur tubuhku, kukejangkan seluruh tubuhku, dan
segera mas Bowo memeluk tubuhku lagi.
"Enak, sayang?” tanyanya... Aku tak sanggup
menggambarkan rasa nikmat yang
sangat dahsyat itu.
sangat dahsyat itu.
"Enaaaaak Maaaaassss....” itu saja
komentarku.
Sekarang Mas Bowo
mulai mengangkangkan kedua kakiku dengan kakinya, dan
perlahan-lahan dituntunnya kemaluannya yang masih keras mendekati pintu lubang kemaluanku. Aku makin pasrah saja, karena aku masih merasakan kenikmatan yang memuncak tadi.... Kepala kemaluannya mulai sedikit memasuki kemaluanku, aku berpikir sejenak, apa bisa masuk? Apa cukup lubang sekecil kemaluanku dimasuki batang kemaluannya yang begitu panjang dan besar?
perlahan-lahan dituntunnya kemaluannya yang masih keras mendekati pintu lubang kemaluanku. Aku makin pasrah saja, karena aku masih merasakan kenikmatan yang memuncak tadi.... Kepala kemaluannya mulai sedikit memasuki kemaluanku, aku berpikir sejenak, apa bisa masuk? Apa cukup lubang sekecil kemaluanku dimasuki batang kemaluannya yang begitu panjang dan besar?
"Mas Bowo akan masukkan pelan-pelan, supaya Nilam tidak
kesakitan... Kalau agak sakit, Nilam bilang ya.. Mas akan sabar memasukkannya
sedikit-sedikit. Kenikmatannya bisa 10 kali lipat dari kenikmatan yang baru
saja Nilam rasakan tadi...” Demikian janji Mas Bowo.
"Kita pindah ke kamarku aja ya Nilam sayang? Di sana
sejuk ada AC-nya. Nilam mau kan?" tanya mas Bowo kekasihku.
Segera diangkatnya
aku dengan kedua tangannya dan dibawanya masuk ke kamarnya yang sejuk ber-AC,
bibirku tetap dikulumnya dengan kuat. Direbahkannya aku di tempat tidurnya,
dirangsangnya aku lagi melalui ciuman pada bibir, leher, belakang telinga, puting
buahdada kiri dan kanan. Kemaluanku sudah mulai basah lagi. Dikangkangkannya
sekali lagi kedua kakiku, dan tanpa ragu-ragu ia mulai memasukkan batang
kemaluannya sedikit demi sedikit ke lubang kemaluanku. Aku siap menerima
persetubuhan ini dengan penuh cinta kepadanya. Makin dalam dan makin dalam,
makin hangat dan makin hangat, makin dalam dan makin dalam lagi, sangat
hati-hati dan perlahan-lahan.... sampai semua batang kemaluannya kandas ke
dalam lubang kemaluanku. Ia mengambil bantal dan mengganjalkannya pada
bokongku, terasa tusukan batang kemaluannya masuk lebih dalam lagi.
"Gimama Nilam
sayang? Sakit?" tanyanya lembut penuh kasih sayang.
"Enak Massss”
jawabku manja.
Kini ia mulai memaju-mundurkan
kemaluannya, gesekannya menimbulkan rangsangan yang sangat dahsyat pada dinding
dalam lubang kemaluanku. Ada rasa geli, ada rasa nyeri, ada rasa nikmat, ada rasa
yang sangat memabukkanku. Semakin lama, kecepatannya semakin bertambah, semakin
cepat semakin menimbulkan rangsangan nikmat. Aku sudah mulai hampir mencapai
puncak lagi. Makin lama makin nikmat, makan lama makin enaaaaakkkkk.
"Maaaaasssss,
ennaaaaaaakkkkkk.... Nilam mau keluar lagi...."
"Sebentar lagi
ya sayang... Mas juga sudah hampir sampai..."
Nafasku semakin tak
keruan, Mas Bowo semakin mempercepat keluar masuk
kemaluannya pada lubang kenikmatanku.
kemaluannya pada lubang kenikmatanku.
"Massss, Nilam keluar lagiiiiii....." kali ini
benar-benar 10 kali lebih nikmat dari
sebelumnya.
sebelumnya.
Mas Bowo memasukkan
kemaluannya lebih dalam, dan terasa ada semburan keras di dalam lubang
kemaluanku.
“Crooot, croooot,
croooot....” Dan "Aaaaah, aaaahhh, aaaaahhhhh….” Segera Mas Bowo ambruk di
atas tubuhku. Ia belum juga mencabut batang kemaluannya dari lubangku.
Perlahan-lahan nafas kami berdua mulai berangsur-angsur teratur. Mas Bowo
kembali memelukku, membelai lembut rambutku, menciumi bibir, kening dan kedua
pipiku.
"Puas, sayang?"
tanyanya sopan dan lembut.
Aku mengangguk manja.
Kini ia mulai mencabut batang kemaluannya. Malam itu, aku tertidur di kamar Mas
Bowo, Mas Bowo menyelimutiku dengan penuh kasih sayang, memeluk tubuhku dan ia
tertidur pula. Kami berdua tidur lelap tanpa berbusana.
TAMAT
No comments:
Post a Comment