Siang itu
aku menghadiri meeting dengan vendor peralatan pengeboran minyak di kantor
mereka di sebuah gedung perkantoran yang juga terdapat pusat perbelanjaan di
gedung itu di kawasan Sudirman, Jaksel. Aku ditemani dua orang staff, satu dari
engineering dan satunya lagi dari bagian logistik.
Perusahaan
rekanan yang biasa memasok peralatan pemboran itu diwakili sales managernya,
seorang wanita didampingi dua orang stafnya, seorang wanita dan seorang pria.
Dalam meeting yang membahas keterlambatan pengiriman barang yang kami pesan
itu, sales manager yang masih muda itu begitu memukau, baik penguasaannya dalam
pekerjaan maupun penampilannya yang memang mengagumkan. Namanya Martha, umurnya
tak lebih dari 28-29 tahun kukira. Wajahnya benar-benar cantik, rambut tergerai
lurus sebahu, kulit putih, hidung mancung dengan mata sedikit sipit. Ya, Martha
ini seorang wanita Chinese. Dengan bibir tipis dipoles pewarna natural, sungguh
amat memikat. Tubuhnya lumayan tinggi semampai, sekitar 164 cm dengan berat
proporsional. Mengenakan setelan jas kerja warna merah dengan rok mini sewarna
sungguh merupakan pemandangan yang mempesonakan. Aku sendiri lebih banyak
memperhatikan penampilanya daripada memperhatikan uraian yang dikemukakannya.
Kulirik dua orang rekanku, penuh konsentrasi mereka menyimak kata-kata dari
bibir tipis mempesona itu. Tiba-tiba HP-ku bergetar karena ada SMS masuk.
Kubuka, ternyata SMS dari Miranda isteriku, dia minta dijemput pulang kantor
nanti karena mobilnya dimasukkan bengkel tadi pagi. Kubalas SMS-nya dengan
mengatakan bahwa nanti akan kujemput di kantornya selepas jam 18.30.
Selesai
meeting kami semua diajak makan siang bersama di restoran yang ada di gedung
tersebut. Kami bertujuh naik ke lantai 9 restoran itu yang kutahu sejak lama
cukup bergengsi. Rupanya mereka sudah mempersiapkan sebelumnya dengan reservasi
joint table yang cukup untuk menampung kami bertujuh. Kami duduk mengelilingi
meja dan entah kebetulan atau disengaja, karena sama-sama leader aku dan Martha
duduk saling berhadapan. Hanya terhalang jarak selebar meja hingga aku bisa
melihat kecantikannya lebih dekat.
Kami
makan sambil terlibat obrolan ringan dan tentu saja tak lupa aku bertukar nomor
HP dengannya. Orangnya cukup terbuka dan mengasyikan untuk diajak ngobrol.
Seminggu setelah meeting itu aku tergelitik untuk meneleponnya. Kucari nomornya
di memori HP-ku, tertulis dengan nama Martin. Tentu saja kusamarkan namanya
agar tidak menimbulkan kecurigaan isteriku. Biasalah wanita, paling hobi
geledah-geledah. Segera kutelepon Martha dan kamipun terlibat obrolan santai
agak lama.
“Eh..
Martha, gimana kalau nanti makan siang bareng?!” Ajakku setelah beberapa saat.
“Bisa
Pak!” Jawabnya.
“Kita
ketemu dimana?” Lanjutnya.
“Aku
jemput kamu jam 12.15 di kantor, toh nggak jauh dari tempatku” Tukasku.
“Baik
Pak!” Sahutnya.
Martha
ini selalu memanggilku ‘Pak’ walaupun sebenarnya sudah kularang. Siang itu
kujemput Martha lebih awal dari yang kujanjikan. Martha segera turun ke tempat
parkir setelah kutelepon sesampainya disana. Kami berdua makan di kawasan
Semanggi, sengaja kucari suasana yang tidak hiruk pikuk. Memang suasananya
tidak ramai dan cukup santai, sehingga memungkinkansuasana akrab terjalin di
antara kami.
Setelah
beberapa kali kesempatan makan siang baru kuketahui bahwa Martha belum lama
putus dengan pacarnya, seorang asisten manajer di sebuah bank swasta. Tidak
cocok, katanya. Suatu ketika sehabis mengikuti sebuah meeting di kantor sebuah
BUMN di Gatot Subroto aku tidak kembali ke kantor. Kebetulan aku ada beberapa
kebutuhan yang ingin kubeli di pertokoan SEIBU di kawasan Blok M. Hari belum
terlalu sore, baru sekitar pukul 15.30 ketika aku selesai membeli beberapa
keperluan dan akan pulang. Tidak disangka -sangka aku ketemu Martha di lobby.
Dia menenteng beberapa tas belanjaan.
“Hei..
apa kabar. Habis belanja nih..,?” Sapaku.
“Iya!” Jawabnya.
“Bapak
sendiri?” Tanyanya.
“Ah, kamu berapa kali kubilang
jangan panggil Pak!” Cetusku tanpa menjawab pertanyannya.
“Ah ya,
habis suka lupa sih” Jawabnya sambil senyum-senyum.
“Kamu
sendirian Martha?” Tanyaku kembali.
“Iya,
tadi didrop sama sopir terus ditinggal” Jawabnya.
“Wah
kebetulan nih, bareng aku saja yah?!” Ajakku.
“Apa
nggak merepotkan?!” Katanya ragu.
“Biasa
saja” Jawabku.
Akhirnya
aku mengantar Martha pulang ke tempat tinggalnya. Martha tinggal di sebuah
apartemen di drah Jakarta Selatan dekat sebuah stadion sepak bola. Apartemennya
cukup representative untuk ukuran lajang seperti dia.
“Mau minum
apa?” Tanyanya sesampainya di dalam.
“Soft
drink saja, dingin!” Jawabku sambil menjatuhkan pantatku di sofa.
Martha
masuk ke pantry setelah meletakan tas belanjaanya di kamar tidur. Tak lama dia
muncul kembali dengan dua gelas coca cola dingin dan makanan kecil.
“Enak
juga ya suasananya” Kataku sambil melihat sekeliling.
“Lumayan” Jawabnya pendek sambil
duduk di sebelahku setelah meletakan makanan dan minuman di meja.
“Kamu
sendirian?” Tanyaku lagi.
“Iya,
orang tuaku di Jakarta Pusat” Jawabnya kembali.
Sambil
ngobrol aku memegang tangannya. Martha diam saja. Mungkin karena sudah merasa
dekat atau lebih karena suasana sepi, Martha juga diam saja ketika jemarinya
kuremas. Kudekatkan bibirku ke bibirnya, perlahan kusapu bibirnya. Martha
sedikit membalas. Kuulangi lagi dengan kecupan yang lebih hangat. Kali ini
Martha membalas dengan gairah. Tak lama kamipun sudah saling berpagut bibir.
Lidah kami saling membelit sementara tanganku masih meremas-remas
jemarinya.Martha melepaskan diri dari pagutanku, kemudian melepaskan blazernya
dan meletakkannya di sandaran sofa satunya yang tidak kami duduki. Kini
tubuhnya terbalut blouse putih tipis tanpa lengan. Terlihat gundukan dadanya
yang tidak seberapa besar. Dia kembali duduk di sebelahku yang segera kusambut
kembali dengan pagutan panas. Mulut kami saling menghisap dan lidah saling
membelit. Tanganku mulai mengusap-usap pangkal lengannya naik turun, makin lama
makin ke atas. Tanganku menyeberang menuju dada sebelah kanan dan merayapi
bukitnya, terasa kenyal dan besarnya pas segenggaman tangan.
Sambil
meremas -remas lembut bukit dadanya dari luar blouse tipis itu, mulutku terus
melancarkan serangan-serangan ganas. Lidahku menjulur ke dalam rongga mulutnya.
Hisapan Martha semakin kuat menandakan bahwa dia sudah terangsang. Aku mulai
membuka kancing blousenya. Martha membiarkan saja satu persatu kancing
blousenya terbuka sampai kancing terakhir. Setelah terbuka, tanganku pun
menyusup ke balik BH dan langsung menggenggam buah dadanya. Terasa kulitnya
yang lembut dan puting mungilnya menegang. Tanganku terus meremas-remas lembut
bukit dada itu dan memilin putingnya dengan jemariku. Mulutku terus menghisap
mulutnya. Martha membalas hisapanku dengan bernafsu. Tanganya mencengkeram erat
lenganku. Tanganku memutari tubuhnya menuju punggung, mulai mengelus
punggungnya yang mulus. Dengan cepat kaitan BH di punggungnya kubuka.
Kulepaskan
blousenya kemudian menyusul BH putih berukuran 34B itupun terjatuh di karpet.
Kini tubuh Martha bagian atas sudah terbuka bebas memamerkan dada yang putih
mulus dengan dua bukit indah seputih salju berhiaskan puting berwarna merah
muda. Mulutku segera menghisap buah dada kenyal itu. Putingnya kukulum sambil
sesekali kugigit kecil. Martha terpejam dengan mulut setengah terbuka.
“Ohh..hh..”
Rintih Martha perlahan.
Tanganku
mulai mengusap-usap pantatnya yang kencang. Tangan Martha mulai melepaskan
kancing kemejaku dan segera menyusup ke balik kemeja. Tangan halusnya menyusuri
dadaku dengan elusan lembut. Kucari kancing rok mininya untuk membuka dan
menarik turun zippernya. Setelah terbuka, kucoba menarik turun rok mininya
sambil mulutku terus menyedot dan menghisap buah dadanya kiri dan kanan
bergantian. Agak sulit untuk menarik lepas rok mini itu. Martha bereaksi dengan
mengangkat pinggulnya sedikit sampai akhirnya rok tersebut bisa meluncur ke
bawah melewati pahanya terus sampai lepas. Terlihat dua batang paha yang putih
mulus dan kencang. Kini Martha tinggal mengenakan CD putih tipis berenda.
Tanganku
mulai mengelus-elus paha ke arah atas, makin keatas sampai ke pangkal paha.
Jariku menyusuri garis lipatan pangkal pahanya dan bergerak ke arah depan
menuju pusat di antara dua batang paha. Jariku mengelus mulut kemaluannya dari
luar CD, kugesek-gesek ke atas bawah mengikuti alur parit kecil itu. Makin lama
makin terasa lembab dan basah CD-nya. Tangan Martha mencoba menyusup ke dalam
celanaku, agak sulit karena masih terkancing. Sementara tangan kananku mengelus
mulut kemaluannya, tangan kiriku menyusup ke balik CDnya mengelus gumpalan
pantatnya. Hisapan mulut Martha pada mulutku semakin kuat dan lidahnya
menari-nari dalam mulutku. Sementara itu tangannya sudah sampai di batang
penisku yang sudah tegang. Martha tertegun sejenak merasakan besarnya penisku.
Digenggamnya penisku dan diremas -remas kuat.
Akhirnya
tangannya keluar dari balik celanaku untuk kemudian membuka gesper dan
celanaku. Ditariknya turun sampai lutut kemudian menyusul CD-ku. Penisku
langsung meloncat keluar begitu terbebas dari kungkungan CD. Mata Martha
terbelalak begitu melihat besarnya penisku. Memang penisku berukuran ‘king
size’, dulu sewaktu masih kuliah pernah aku berlomba dengan teman-temanku satu
kost untuk mengangkat dan memindahkan kursi rotan dengan penis. Juga pernah
sewaktu ketika menginap di puncak, temanku membagi kondomnya dan ketika kupakai
ternyata hanya muat tidak sampai 1/3 batangku. Setelah lenyap keterkejutannya,
tangannya segera menggenggam dan meremas batang penisku. CD Martha sudah sangat
basah, kemudian perlahan kulepaskan. Terlihat parit kecil kemerahan ditutupi
bulu-bulu halus agak lebat dan rapi. Aku kemudian melepaskan celana berikut
CD-ku dari kaki disusul kemejaku. Keadaan kami berdua sudah sama-sama
telanjang.
Sosok
Martha benar -benar menggairahkan. Dengan tubuh sekal dan buah dada tidak
terlalu besar tapi kencang dihiasi puncak kecil kemerahan. Kulitnya putih
sekali dan halus seperti pualam, di sebelah bawah di antara kedua pahanya,
mulut kemaluannya menyerupai parit kecil yang ditutupi rimbunan rambut halus.
Sungguh tubuh yang sempurna. Tak sabar aku segera menyelusupkan kepalaku di
antara kedua pahanya. Lidahku menjilati parit kecil di situ dengan jilatan naik
turun searah parit. Sementara tanganku mengelus pantatnya yang kencang.
Kuselusupkan
lidahku masuk ke celah basah itu. Aku menemukan benjolan kecil daging yang
ketika kugelitik dengan lidahku, Martha tiba-tiba menjerit kecil. Ya, itulah
clitorisnya yang terus kumainkan dengan lidahku.
“Oouuhh..”
Martha merintih” Rintih sambil tangannya meremas rambutku.
Mulutnya
terpejam sambil tubuhnya menggeliat menahan gejolak yang menderu.
“Ahh..,
hegghh.., hhegh..” Rintihan Martha semakin intens.
Kemaluanya
semakin basah, dan tiba-tiba ”Oouugghh..” Martha menjerit kuat.
Tubuhnya
mengejang beberapa saat, kemaluannya semakin banjir mendatangkan aroma khas.
Tangannya mencengkeram kuat rambutku dengan mata terkatup rapat dan mulut
ternganga. Martha sudah orgasme. Aku segera bangkit dan menempatkan diri di
atas tubuhnya. Kutindih tubuhnya dengan penisku mengganjal tepat di mulut
kemaluannya.
Buah dadanya
mengganjal lembut di dadaku hingga terasa begitu nikmat. Tanganku mencari
tangannya, kutangkap dan kutelentangkan kedua tangannya. Aku ingin menikmati
sentuhan kulit telanjang kami sementara mulutku segera memagutnya dengan
hisapan-hisapan kuat di mulutnya. Kugeser -geserkan penisku di mulut
kemaluannya. Martha kembali merintih halus. Mulutnya mengimbangi hisapanku
dengan gairah. Pinggulnya mulai digoyang-goyangkan. Sungguh benar-benar
mendatangkan sensasi luar biasa. Gejolak gairah yang menggelora dan membakar
tubuh kami terus datang bergelombang.
“Ohh..,
Fer.., massukin sekarangg..!” Serunya tiba-tiba.
“Dimana..?”
Godaku.
“Di..,
ss.., situu..!” Bisiknya cepat.
Aku
sendiri juga sudah tak tahan, penisku sudah mengembang besar dan sangat keras.
Dengan tangan, kuarahkan ujung penisku yang sudah sangat basah oleh cairan
Martha menuju ke mulut kemaluannya. Kugeser-geserkan topi bajanya di permukaan
dalam kemaluannya.
“Massukkaan..,
cepaat..!” Serunya tak sabar.
Perlahan
penisku kudorong masuk dan mulai menyelusup semakin dalam. Terasa seret tapi
karena rongga itu sudah sangat basah, perlahan tapi pasti penisku terus
menyusup masuk.
“Bless..”
Terasa sesak batangku memenuhi rongga kemaluannya.
“Ouukkhh..”
Martha merintih-rintih.
Memang
Martha sudah tidak perawan lagi, jadi tidak terlalu sulit untuk menembus
kemaluannya. Hanya saja, karena ukuran penisku kelewat besar, maka penetrasinya
amat sulit. Penisku sudah masuk 3/4 ketika kurasakan ujungnya sudah mentok.
Pelan-pelan kugoyang-goyang penisku. Rupanya dengan begitu penisku mendapatkan
tambahan ruang sehingga bisa penetrasi lebih dalam. Aku mulai menggerakkan
keluar masuk penisku. Mula-mula pelan dengan gerakan pendek, makin lama makin
cepat dengan menarik keluar batangku sampai hampir terlepas keluar dari mulut
kemaluan Martha kemudian menghunjamkannya dalam-dalam sampai mentok.
Gerakan
demikian kulakukan berulang-ulang makin lama makin cepat.
“Aakkhh..”
Martha merintih keras atau lebih tepatnya menjerit.
Pinggulnya
mulai mengimbangi gerakanku dengan diputar-putar sambil sesekali diangkatnya
menyambut hunjamanku. Sungguh jepitan kemaluannya terasa sangat kuat karena
ukuran penisku yang memaksa masuk. Cengkeraman otot kemaluannya terasa mengelus
dan menjepit kuat. Sesekali kukedutkan otot penisku. Kedutan penisku di dalam
rongga kemaluan yang penuh sesak itu mendatangkan reaksi yang luar biasa.
“Hhegghh..,
hheggh..” Martha terlonjak-lonjak setiap kali penisku kukedutkan.
Kedutan-kedutan
itu rupanya mempercepat pendakianya menuju puncak.
“Oouugghh..,
hh.., Ferr.., ohh…” Martha menjerit dengan tubuh menegang.
Pinggulnya
diangkat tinggi sementara tanganya mendekapku dengan sangat kuat.
“Serr..”
Terasa aliran hangat membasahi batangku di dalam kemaluannya.
Martha
kembali orgasme, matanya membeliak hingga hanya terlihat putihnya sementara
mulutnya setengah terbuka.
Beberapa
saat Martha masih mendekapku erat. Aku diam tidak bergerak untuk memberikannya
kesempatan menikmati sisa -sisa kenikmatannya sampai tuntas. Kemudian perlahan
mulai kugoyang-goyang kembali pinggulku. Makin lama gerakan penisku keluar
masuk makin cepat sampai mencapai kecepatan penuh. Mulutku menciumi lehernya
yang putih dengan lidah menyusuri leher menuju belakang telinganya. Kugigit
kecil cuping telinganya, lidahku masuk menggelitik lubangya. Sambil tangan
kananku meremas-remas buah dada kirinya. Gairah Martha kembali memuncak.
Pinggulnya kembali bergoyang-goyang mengimbangi gerakan pinggulku. Gesekan
penisku dengan rongga kemaluannya sangat terasa sampai di ujung saraf dan
mendatangkan kenikmatan hebat.
Akhirnya
kurasakan tubuhku mulai menegang tanpa dapat kucegah. Terasa aliran hangat
mengaliri batang penisku menuju ujungnya. Kupercepat goyanganku dan kutekan
penisku dalam-dalam.
Goyangan
pinggul Martha pun semakin liar tak terkendali.
“Oohh..,
oohh..” Martha merintih-rintih menuju puncak pendakian.
“Aku mau
keluarr.., lagi, Ferr..!” Serunya.
Sambil
kugigit kecil daun telinganya, buah dadanya terus kuremasi. Penisku kuhunjamkan
makin dalam.
“Arrgghh..!”
Aku menggeram.
“Croott.., croott.., croott..,
crott..” Akhirnya semburan lahar panas berulang kali menyirami rongga kemaluan
Martha.
Bersamaan dengan itu tubuh Martha
mengejang, “Oohh.., ohh.., aahh..” Martha merintih.
Kurasakan
cairan hangat kembali mengguyur batangku. Martha mendekap erat tubuhku sambil
mengangkat tinggi pinggulnya untuk mendesak pinggulku. Gerakan itu menyebabkan
penisku terbenam semakin dalam. Aku menikmatinya sampai semburan terakhir
selesai. Tangan Martha menahan tubuhku agar tetap di tempatnya menindih tubuhnya
sampai beberapa saat. Sensasi pasca orgasme tersebut mendatangkan kenikmatan
yang tak kalah hebatnya. Tubuhnya terasa hangat dalam pelukanku sampai beberapa
saat kemudian aku bergulir turun dari tubuhnya. Kami rebahan sambil
beristirahat. Kupandangi keindahan tubuhnya, kulitnya yang putih mulus. Para
wanita chinese itu sungguh dianugerahi keindahan fisik yang luar biasa
mengagumkan. Maha karya yang tiada bandinganya. Dengan hanya memandanginya saja
tak lama kemudian gairahku kembali berkobar.
Sore itu
kami kembali mengulangi pergulatan panas sekali lagi sebelum aku pamit pulang
ketika waktu sudah menunjukan pukul 20.15. Kulihat ada beberapa miss call di
HP-ku yang sengaja kumatikan ketika akan bercinta dengan Martha. Sejak kejadian
sore itu kami selalu mengulanginya setiap ada kesempatan, baik itu di
apartemennya maupun di hotel. Menurutnya, bercinta denganku ternyata
mendatangkan sensasi hebat baginya, sungguh berbeda ketika ML dengan pacarnya
dahulu. Buatku sendiri, hal itu adalah sungguh pengalaman yang mendebarkan dan
mengasyikan bercinta dengannya karena memang akan selalu mendatangkan obsesiku
jika melihat wanita-wanita keturunan.
No comments:
Post a Comment